Kisah Raeni Wisudawan Terbaik Sang Anak Tukang Becak Becak itu terus melaju pelan. Menyusuri jalanan mulus beraspal. Naik-turun tanjakan. Melaju menuju gedung Auditorium Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Sekaran, Semarang. Gedung yang dituju becak ini adalah tempat digelarnya wisuda untuk para sarjana pada 10 Juni 2014 lalu. Kisahnya benar-benar mendapat perhatian luas dari masyarakat dan media massa nasional.

Seorang perempuan sederhana dengan hijab duduk dibangku penumpang dengan kebaya dan riasan yang terlihat begitu rapih dan berlapiskan toga hitam. Lengkap dengan topi segi lima di kepalanya. Di bagian kursi belakang, nampak seorang pria paruh baya terus sibuk mengayuh becak. Di tanjakan, pria paruh baya ini harus menekan pedal sekuat tenaga dengan napas tersenggal dan mengusahakan agar becak yang dikemudikannya tidak lepas kendali sehingga dapat mengecewakan sang penumpang.

Baca Juga:

Perempuan berhijab yang menumpangi becak itu adalah Raeni, mahasiswi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Unnes. Ia datang bersama dengan sang ayah, Mugiyono, yang nafasnya tersenggal karena dialah yang mengayuh becak tadi. Setibanya di pelataran auditorium, mereka berdua sontak menjadi perhatian semua orang di ruangan tersebut. Hampir semua mata menatap kagum.

Wajar saja apabila para wisudawan lain beserta dengan keluarga yang hadir mengantar menunjukan decak kagumnya pada Raeni. Sebab mahasiswa bersahaja ini menyandang gelar lulusan terbaik. Ia lulus dengan predikat cumlaude, dengan IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) nyaris sempurna, yakni 3,96.

Kisah Raeni Wisudawan Terbaik Sang Anak Tukang Becak

Bagi Raeni, datang menghadiri gelaran wisuda dengan naik becak yang dikayuh oleh ayahnya bukanlah ajang memelas. Atapun pencitraan sebagaimana yang telah banyak dilakukan para politisi saat ini. Melainkan, becak adalah satu-satunya kendaraan yang ia dan keluarganya miliki. Becak tersebut dikayuh sang ayah dari Kendal ke Semarang. Jarak yang mereka tempuh untuk sampai ke tempat tujuan wisuda Raeni juga tidak mudah, 25 kilometer harus mereka tempuh. Pantas saja, nafas sang ayah tersenggal dan terputus-putus sewaktu mereka sampai di tempat tujuan.

Sang Ayah Adalah Seorang Penarik Becak

Kisah Raeni Wisudawan Terbaik Sang Anak Tukang Becak

Menuntut ilmu hingga bangku kuliah bukanlah hal yang mudah untuk Raeni. Keluarganya yang hidup pas-pasan, membuat biaya kuliah yang selangit tidak pernah bisa tergapai oleh mereka. Namun karena tekad dan niatan yang sudah bulat, keluarga tetap mengirimkan Raeni ke universitas. Pada 2010 silam, Mugiyono memutuskan untuk behenti dari perusahaan kayu lapis tempatnya bekerja. Ia mengajukan pensiun dini demi mendapatkan pesangon untuk biaya kuliah si bungsu.

Sejak itupula, sebagai tambahan biaya penghidupan sehari-hari untuk anak, istri di rumah, Mugiyono memutuskan untuk menarik becak. Saban hari ia mangkal tak jauh dari rumahnya di Kelurahan Langenharjo, Kendal. Penghasilan yang ia dapat sehari-haripun kadang tak menentu. Kadang, ia hanya mendapat Rp. 50 ribu. Namun tak jarang pula ia hanya membawa pulang Rp 10 ribu untuk diberikan sebagai nafkah kepada sang istri. Hidup pas-pasan dari hasil mengayuh becak, membuat Mugiyono harus memutar otak. Untuk menambah penghasilan, lantas ia menyambi sebagai seorang penjaga sekolah dengan upah Rp. 450 ribu setiap bulannya.

Beruntungnya orangtua Raeni dan tidak sia-sia menguliahkan anak bungsunya, meski ditengah keadaan ekonomi yang terhimpit. Otak Raeni yang encer, membuat prestasinya selalu gemilang di kampusnya dan hal ini membuatnya menerima beasiswa. Raeni menjadi satu diantara 1.850 siswa di Unnes yang mendapatkan beasiswa bidikmisi, yakni beasiswa yang diberikan pada mahasiswa miskin berprestasi dari negara. Sehingga ia bisa menjalani kuliah gratis.

Kisah Raeni Wisudawan Terbaik Sang Anak Tukang Becak

Akunya, pada tahap awal ia sempat minder dengan kondisi orangtuanya. Namun dengan cepat perasaan itu dihapus dari kamus hidupnya. Dukungan yang besar merupakan alasan yang cukup untuk membuatnya bangga kepada keluarganya.

Kepercayadirian Raeni tumbuh dengan cepat dan ia mulai bergaul dengan baik bersama teman-temanya. Perempuan berhijab yang bercita-cita menjadi guru ini terus saja membuktikan kemampuan dan prestasinya. Dara kelahiran 13 Januari 1993 ini beberapa kali mendapatkan IP sempurna dengan nilai 4 dan lulus dengan IPK 3,96.

Akunya, Raeni tidak memiliki resep khusus dalam belajar. Baginya, yang terpenting adalah belajar bersungguh-sungguh dan mengatur waktu se-efisien mungkin. Dengan strategi yang diterapkan dalam hidupnya itu, Raeni mampu menyelesaikan kuliahnya dengan waktu singkat, hanya tiga taun setengah.

Mimpi gadis sederhana ini tak hanya lulus strata satu. Dia masih ingin melanjutkan studinya ke jenjang strata dua dan seterusnya. Dan universitas yang ditujunya bukan lagi berada dalam negeri.

Ungkapnya "Selepas lulus sarjana, saya ingin melanjtkan kuliah saya. Saya ingin melanjutkannya ke Inggris, Ya, jika saja ada beasiswa lagi,". "Saya mau ambil gelar magisternya di LSE." LSE merupakan kependekan dari London School of Economics, yakni sebuah university terbaik di Inggris.

Prestasi cemerlang dari seorang anak negeri Raeni yang lahir dari keluarga biasa ini memang terus mendapatkan perhatian luas dari masyarakat dan media lokal. Bahkan pejabat tinggi negeri ini seperti SBY sempat menuliskan ungkapan selamatnya pada Raeni yang begitu membanggakan. Selain itu, kisah Raeni juga telah banyak ditulis di banyak media sosial.

Ayah Raeni Mugiyono, pria berusia 55 tahun ini berharap jika angan Raeni untuk melanjutkan kuliah S2 diluar negerinya semoga dapat segera terealisasi. Sebab sebagai seorang ayah, dirinya tidak lagi dapat memberikan materi kepada sang anak. Ia hanya berterimakasih kepada pemerintah yang sudah peduli dan menjadi wadah untuk sang anak dapat mengembangkan prestasinya.

Kisah Raeni telah membuktikan jika keterbatasan ekonomi tak lantas menjadi penghalang seseorang untuk menuntun ilmu. Belenggu ekonomi bisa dikalahkan dengan niat dan tekad yang bulat.

Semoga dengan mempelajari kisah Raeni ini, kita juga bisa terinspirasi untuk lebih menguatkan tekad dan berusaha lebih keras lagi dalam menggapai mimpi dan asa kita.

Loading...

Loading...