Terkadang, seringkali kita sulit memaafkan oranglain yang telah menyakiti kita. Apalagi, perbuatan yang telah dilakukannya telah benar-benar merugikan diri kita dan membuat kita sengsara. Kemarahan dan dendam terkadang sering menyelimuti hati seseorang yang tersakiti. Bahkan sakit terlalu menyakitkan, membuat orang tersebut tak lagi ingin bertemu, berkomunikasi, atau bahkan berinteraksi dengan orang telah menyakitinya. Hal ini memang menusiawi, hanya saja diperlukan rasa lapang dada untuk memafkan dan mengampuni seseorang yang telah menyakiti kita dan kembali memperlakukan mereka seperti biasa. Serta menerima masa lalu yang pahit kemudian kembali menjalin silaturahmi yang baik. Hal ini tentu akan menjadi sebuah perbuatan yang mulia.
Nah, inilah yang dilakukan oleh seorang korban peristiwa Holocaust yang dulu sempat menjadi tragedi kemanusiaan yang begitu keji. Namun, nyatanya ingatan masa lalu yang begitu pahit tidak membuat korban ini lantas dikendalikan rasa dendam dan terus menerus menginginkan balas dendam pada keluarga pelaku yang telah memperlakukannya dengan tidak manusiawi. Justru sebaliknya, dengan lapang dada, sang korban memafkan segala perbuatan yang dilakukan oleh si pelaku dulu dan bahkan kini ia rela mengadopsi cucu dari si pelaku.
Baca Juga:Menjadi Korban Kekejaman yang Begitu Keji Pada Masa Perang
Adalah Eva Mozes Kor bersama dengan saudara kembarnya Miriam, seorang warna negara Rumania yang mengalami kekejaman oleh tentara Nazi. Di usia yang ke 10 tahun, seolah menjadi waktu paling buruk dalam kehidupan Eva bersama dengan saudara kembarnya Miriam. Pada saat itu, Eva kecil bersama dengan saudara kembarnya yang tak berdosa dibawa secara paksa menggunakan truk pengangkut sapi dan dibawa ke kamp konsentrasi Nazi Auschwitz bersama dengan seluruh keluarga korban lain yang tidak pernah mereka lihat lagi.
Pada saat itu, keduanya dipaksa bertahan dalam sebuah eksperimen medis yang mengerikan yang dilakukan oleh Dr. Mengele yang mana orang ini dikenal dengan sebutan malaikat maut.
Hal ini tentu membuat kedua sodara kembar ini mau tidak mau harus melakukan setiap perintah yang diberikan para tentara Nazi pada saat itu. Jika mereka menolak, maka siksaan fisik tidak segan dilakukan para tentara Nazi meskipun pada anak-anak.
Rela Memafkan Dengan Tulus dan Mengadopsi Cucu Komandan Nazi
Namun demikian, meskipun cobaan yang dilalui Eva yang kini berusia 80 tahun terhitung begitu berat dan akan sangat sulit dilupakan. Hal ini tak lantas menjadikan dirinya dendam dan menuntut balas atas siksaan dan kematian orangtuanya yang dilakukan tentara Nazi dengan begitu sadis. Bahkan saat ini, Eva telah memafkan semua perbuatan dan penyiksaan yang keji yang dilakukan tentara Nazi dengan begitu tulus. Dan kini bahkan dirinya telah mengadopsi secara tidak resmi cucu seorang komanda SS Nazi, sebagaimana dilansir dari dailymail.co.uk.
Beberapa puluh tahun setelah perang dunia kedua usai, Eva menerima sebuah email dari Rainer Hoess (49), yang ternyata pria ini adalah cucu dari Rudolf Hoess, yang menyaksikan pembunuhan dan pembantaian pada sekitar 1.1 juta orang di Auschwits.
Belakangan diketahui pria bernama Rainer ini telah memutuskan hubungan bersama dengan keluarganya dan memberitahu Eva bahwa Rainer begitu kecewa dan jijik dengan perilaku yang telah dilakukan kakeknya. Bahkan kekesalannya pada sang kakek yang sudah lama meninggal diungkapnya bahwa dirinya rela mengencingi kuburan sang kakek atas apa yang telah dilakukan sang kakek. Kakek Rainer, Rudolf Hoess meninggal pada tahun 1947 dengan hukuman gantung atas perbuatan yang dilakukannya.
Di akui Eva, dirinya begitu bangga menjadi nenek angkat Rainer, dia mengagumi dan mencintai Rainer seperti cucunya sendiri. Seperti di ungkapkan oleh Eva, Rainer membutuhkan cinta dan kasih sayang yang tidak pernah ia dapatkan dari keluarganya. Eva juga mengatakan jika dirinya telah menggap Rainer sebagai cucunya sendiri yang begitu ia cintai. Eva juga menceritakan bahwa rainer telah tumbuh untuk mencintainya dan hubungan mereka seperti sahabat dan saling memahami secara emosional. Ia juga menambahkan bawa seseorang dari tempat yang berbeda dan saling memanggil nenek dan cucu dapat memberikan sebuah harapan.
Kisah Keji di Kamp Nazi yang Begitu Tragis
Seperti kembali memutar ingatan berpuluh-puluh tahun yang lalu, Eva mengisahkan bahwa pada saat itu, dirinya bersama sodara kembarnya Miriam tiba di kamp konsentrasi pada tahun 1944, dimana pada saat itu Eva bersama saudara kembarnya baru berusia 10 tahun dan mereka dirampas dari tanah kelahirannya di Rumania setelah desa mereka di serang para tentara Nazi yang bertindak begitu keji.
Setelah perjalanan panjang dengan menggunakan kereta api dengan kondisi yang mengerikan, Eva masih mengingat kedatangannya di kamp tersebut menjadi terakhir kalinya mereka melihat kedua orangtua dan kakanya Edit dan Aliz.
Eva juga mengungkapkan, ketika mereka tiba di Auschwitz mereka begitu kehausan dan meminta air pada para tentara. Namun bukannya air yang didapat, mereka malah mendapatkan cacian dan teriakan dari para tentara. "Pada saat itu, saya melihat sekeliling saya dan melihat orangtua dan kedua kakak saya menghilang ditengah keramaian, Aku pegang tangan ibuku, dan aku berpiir jika saja dia bisa melindungi kita." Pada saat itu, Eva dengan saudara kembarnya meraung-raung menangis sambil memegang tangan sang ibu. Namun seberapa keras mereka berusaha, orangtuanya tetap direnggut paksa dan tidak pernah kembali.
Eksperimen Keji yang Harus Dialami Kedua Saudara Kembar
Selain diperlakukan bak binatang, kedua saudara kembar ini juga mengalami pelecehan seksual dan menjadi objek eksperimen medis yang menyeramkan.
Eva bersama dengan saudara kembarnya tidak dibunuh sebagaimana yang dilakukan para tentara terhadap yang lainnya. Hal ini dikarenakan si dokter 'sang malaikat maut' tertarik dengan penelitian mengenai gen kembar dengan melakukan percobaan seperti dengan menyengaja menginfeksi mereka dengan tifus atau penyakit lain dan kemudian melakukan transfusi darah satu sama lain dan melihat apakah keduanya selamat atau malah sebaliknya. Apabila salah satu dari kedua kembar tersebut tidak selamat, maka anak-anak kembar yang lain akan dibunuh dan dibinasakan dengan sadis. Sehingga, para si dokter bersama dengan yang lainnya bisa membuat laporan post-mortem komparatif.
Si kembar bersaudara Eva dan Miriam adalah salah satu dari 200 pasangan kembar bersaudara yang berhasil lolos dan selamat dari kamp dari 1.500 pasangan kembar yang dibebaskan oleh tentara Soviet pada tahun 1945.
Menelan pengalaman pahit dan merasakan penyiksaan yang begitu keji, tak lantas membuat Eva bersama dengan saudara kembarnya hidup dalam dendam yang menyala. Eva bahkan telah menulis sebuah buku bagaimana perjuangannya selama di Auschwitz, yang berjudul 'Surviving The Angel Of Death', dimana pada buku tersebut dirinya menyatakan telah mengampuni apa yang dilakukan Nazi terhadap dirinya.
Bahkan pada tahun 1984, kedua kedua saudara kembar ini mendirikan sebuah yayasan bagi para korban percobaan mematikan laboratorium anak Nazi di Auschwitz.
Semoga kisah kali ini bisa menginspirasi kita untuk lebih lapang dada dan bijaksana dalam memaafkan oranglain. Memang tidak mudah memaafkan kesalahan orang yang telah menyakitinya. Namun jika kita belajar dari kisah ini, bisa kita lihat bagaimana tulusnya hati Eva dalam memaafkan Nazi atas apa yang telah dilakukannya.
Berikut Video yang Bisa Anda Saksikan